Kamis, 13 Mei 2010

KONSTITUSI NKRI 100% MENDUKUNG PAPUA MERDEKA/OPM!


Mon, 19 May 2008 23:02:52 -0700

Pancasila dan UUD (Undang-Undang Dasar) Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sebagai hukum tata negara Republik Indonesia, jika diamati dan dihayati
secara mendalam sebagaimana rumusan itu di maksudkan dan dinyatakan pendiri
NKRI, Muhammad Hatta, maka sungguh benar dan betul-betul bahwa Konstitusi
Indonesia sendiri yakni PANCASILA DAN UUD 45 100% sangat mendukung Papua
Merdeka/OPM.

Hal ini kita tahu karena muqoddimah Indonesia sendiri mengamanatkannya
demikian. Untuk lebih jelasnya coba perhatikan pengalan yang dikutip dari
sebagahagian isi teks muqoddimah atau pembukaan konstitusi Indonesia berikut
ini. Demikian jaminan agar Papua merdeka itu misalnya ..."bahwa kemerdekaan itu
adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan prikeadilan dan kemanusiaan..."dst.

Siapa yang merumuskan ini? Dialah Muhammad Hatta, tokoh proklamator kemerdekaan
Republik Indonesia (RI). Mengapa demikian? Karena dia adalah seorang dari
beberapa orang Indonesia pertama berpendidikan modern (Barat, Belanda) yang
sangat paham demokrasi (Cak-Nur, 1995). Muhammad Hatta yang anak seorang sufi
(ulama besar pembaharu Islam) Sumatera Barat adalah orang pertama yang tidak
setuju dan mengatakan keberatannya kepada Soekarno rekan proklamatornya, bahwa
kemerdekaan Indonesia tidak meliputi Papua (Natalis Pigay, 2001).

Tapi mengapa lain konstitusi dan lain pula kenyataannya sekarang? Atau dengan
kata lain; Mengapa NKRI menjajah Papua yang berarti bertentangan dengan
konstitusinya sendiri? Padahal Pancasila dan UUD 45, wajib mendasari diri (jadi
tidak boleh bertentangan) dengan isi dan bunyi muqoddimah Pancasila dan UUD 45?
Dan karena itu amandement hanya boleh disentuh (diubah) pasal-pasal dari
Undang-Undang-nya saja, kalau ada yang bertentangan dengan amanat muqoddimah
dan Pancasila disesuaikan dengan dinamika perkembangan waktu dan perubahan
sosial. Tapi pertanyaannya kembali lagi, Mengapa Indonesia dengan konsep
NKRI-nya tetap saja mengklaim Papua sebagai bagian dari dirinya?

Padahala dalam pasal-pasal konstitusinya dari semangat atau amanat moqoddimah
tidak boleh ada satu pasal/ayatpun yang bertentangan dengan amanat
muqoddimahnya itu? Lain itu misalnya konstitusi NKRI jelas-jelas bahkan sangat
terang benderang menyatakan bahwa "penjahan harus dihapuskan karena tidak
sesuai pri-keadilan dan pri-kemanusiaan". Tapi mengapa banyak TNI/POLRI datang
ke Papua untuk merebut, merampas tanah Papua dari tangan orang Papua sendiri
pada tahun 1961-1969?

Dan sekarang mereka dalam era Otsus Papua ini datang dalam jumlah lebih banyak
lagi menjajah Papua dan memperaktekkan sikap-sikap kasar dan kuasa di mata
rakyat pemilik Tanah Papua itu sendiri? Mengapa juga Indonesia tidak datang
membebaskan Papua sebagaimana amanat konsitusi atau lebih tegasnya pesan
Pembukaan (muqoddimah) Pancasila dan UUD 45 yaitu sebagaimana
amanatnya/pesannya..."penjajahan dunia harus dihapuskan..." tapi malah
sebaliknya datang menjajah Papua?

Malahan kita rakyat Papua sebagai pemilik sah dan sebagai bangsa merdeka juga,
merasakan betul betapa pahitnya, --karena mereka memang sangat kecam sekali
dalam tindakan penjajahan terhadap bangsa Papua --kehadiran TNI/POLRI dari
Indonesia ke Papua bukan untuk menjaga dan memerdekakan Papua sebagaimana
amanat/pesan konstitusi NKRI, malah sebaliknya secara bertentangan dengan
melanggar konstitusinya sendiri, Indonesia (baca TNI/POLRI), sekarang ini
merasa boleh membunuh, merebut, menjajah Rakyat Papua dan mempertahankan
tindakan jajahannya atas usaha membebaskan diri bangsa Papua, adalah suatu
pertanyaan dan banyak pertanyaan lain yang sesungguhnya membingungkan
masyarakat transmigrasi dari Jawa di Arso dan penduduk eks Timor Leste di
Perbatasan Papua-PNG, yang didatangkan sebagai wujud konkrit penjajahan itu
jika mereka menyadarinya.

Fallasy (kekeliruaan) Indonesia mempertahankan tanah Papua yang direbutnya dari
tangan dan kaki pemiliknya sendiri, tangan orang Belanda-Papua pada tahun 1963,
yang konon niat awalnya membebaskan Papua, sebagai "niat suci", "niat tulus"
bantuan untuk orang Papua yang mencerminkan konstitusinya. Ternyata semua
diselewengkan oleh para pemain sirkut dan dipertontonkannya pada kita, rakyat
Papua, dan akhirnya juga nanti pada dunia. Tapi memang benar niat tulus dan
sikap tahu demokrasi Muhammad Hatta tidak di pahami baik politikus (jangan
salah baca, menjadi politik tikus) Indonesia saat ini.

Bahkan dewasa ini ternyata Indonesia terjerembab masuk dalam lubang yang
dibuatnya sendiri sebagai bangsa penjajah baru bagi Rakyat Papua adalah cukup
memalukan tapi juga menyebalkan kita semua jika menyadari ini. Kesadaran
demikian ini sejak awal disadari olehy Muhammad Hatta dan kini disadari oleh
sebahagian para intelektual Indonesia sekelas Amin Rais, Gus-Dur dll tapi tetap
mendiamkannya dan dijadikan hanya dagelan politik mereka dalam pestas
pertarungan politik ditingkat nasionalnya, lagi-lagi tontonan permainan sirkut
yang menarik ditonton bersama.

Itulah manusia dan dari Sumatra Barat, daerah yang dikenal sebagai gudang
intelektual yang mewarnai ke-Indonesiaan Indonesia sebagai sebuah negara
merdeka berikutnya, Muhammad Hatta menunjukkan pemahaman demokrasinya yang
benar dan jujur. Dan banyak para intelektual Indonesia yang punya hati nurani
benar (bahwa dalam arti, Papua memang benar bukan bagian dari Indonesia/NKRI)
tapi tidak dinyatakan secara terbuka karena ada faktor X. Padahal Muqoddimah
Pancasila dan UUD 45 sendiri sudah jelas :

"...Penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri keadilan dan
prikemanusian"...atau dengan kata lain, "penjajahan Indonesia atas Papua
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45, karena itu penjajahan Indonesia atas
Papua harus dihapuskan karena tidak sesuai Prikeadilan dan pri kemanusiaan..."

Demikian konstitusi Indonesia menjamin bahwa Papua tidak boleh di jajah
Indonesia, karena itu dalam satu pasal dan ayatpun Pancasila dan UUD 45 tidak
boleh bertentangan dengan semangat muqoddimah (Pembukaan) NKRI itu sendiri.
Yang demikian ini sama sekali tidak diketahui TNI/POLRI yang ada di wilayah
Papua, kecuali dulu pernah ada seorang Polisi, terakhir pangkatnya Jenderal,
dan menulis membeberkan fakta dan data pelanggaran HAM dan Demokrasi Indonesia
atas bangsa Papua, setelah pensiun tapi bukunya diterbitkan di Australia
dilarang edarkan di Indonesia pada zaman rezim Soeharto.

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar