Selasa, 27 April 2010

IDEOLOGI PERJUANGAN YOUNG GENERETION FREEDOM WEST PAPUA



IDEOLOGI PERJUANGAN YOUNG GENERETION FREEDOM WEST PAPUA

Oleh: RR bo’nay



Tigwon ,may 01, 2010
Salam satu perjuangan..

Generasi Muda Papua Merdeka, adalah organisasi sayap kanan yang terbentuk untuk menampung aspirasi anak muda di selueruh papua yang mana keberadaan GMPM sangant di perlukan oleh paramemuda dan pemudi papua sebagai wadah untuk menampung aspirsi mereka yang Selama ini kita ketahui sering di salah artikan oleh beberapa pihak, Kalau
ada argumentasi penolakan bahwa pemuda Papua yang berusia 16 – 30 tahun
belum siap memimpin, lalu sampai kapan baru pemuda siap memimpin??? Itu
argumentasi klasik, sesungguhnya hal itu merupakan slogan yang
menyembunyikan ketidaktulusan senior untuk memberdayakan “kami”.



Kami
menyadari bahwa selama ini kami hanya diperalat, untuk memenuhi ambisi
pribadi para senior, dan kini kami tegaskan: PERLAKUKAN KAMI SELAYAKNYA
SEORANG MANUSIA, BUKAN SEBAGAI ALAT !!!

Kami akan menyerukan: MEREKA ADALAH CERMIN YANG RETAK, TAK LAYAK UNTUK DI TELADANI.

oleh karena itu Pemuda dan Pemudi bangkitkan semangant jiwa mu
bersama-sama kita bangkit, dan teriakan.. MERDEKA..... MERDEKA...
MERDEKA... merdekakan dirimu dalam segalahal...

pemuda harus berani berreformasi... berrefomasi untuk sesuatu yang
positif... sebab hidup tiada mungkin tanpa perjuangan dan tanpa
pengorbanan.. berpegangan tangan satu dalam jiwa dan raga demi masa
depan PAPUA JAYA...
namun dengan demikian kami pemuda dan pemudi papua berikrar baersatu, dan mengesampingkan perbedaan kami, siapapun kita orang gunung atau orang pante kami bersatu dan menyatakan sikap untuk memperjuangkan kemerdekaan kami,
Ideologi kemerdekaan yang kami anut adalah kemerdekaan
dalam arti luas merdeka dari penjajahan kemalasan, kebodohan, keapatisan, kemiskinan yang dialami rakyat papua. yg kami lakukan adalah untuk mendapatkan atensi dari pihak yang berwewenang. klo hanya merdeka dari satu negara tapi pribadinya belum merdeka, siasia belaka….
Ada yang mengatakan, kmi in generasi penerus kbodhan, para pendahulu kami, yg mmperjuangkn kesìaan belaka, namun kami tetap pada pendirian kami, hidup tiada mungkin tanpa perjuanga,oleh karena itu kami akan terus berjuang smpe kmi berakhr dibalik peti mati perjuang yg dirintis oleh para pendahulu kami kami, akan tetap ...di teruskan oleh generasi yg akan datang,akan tetap berjuang demi tercpainya kemerdekaan di atas tanah kami tercinta,apakah kami ini salah +bodoh jika kami meprjangkn mlk hakmi?
Jika jalan prjuangn sprti ini yg di khndaki, ngapa kta msh salng, mmbdkn antra gunung n pante, buknxa kta 1 n mmpnyai ideolg sma? Mngapa kta tdk brstu n brjuang brdmpngn, untk tanah papua?
Apa bsa kta brstu? Untk papua?
Inilah yg
Mjdi tgas n tnggung jwb kta gnrsi muda untk mnyatukn dmi trcpainya 7an kta smua.
Salam satu perjuangan
Ko e Otua mo TANAH PAPUA ko hoku tofi'a
Papua dan Tuhan adalah warisan kami
PAPUA .MO.TE.ATUA


RR. Bo’ nay
YGFWP

Minggu, 25 April 2010

Rumpun bahasa Austronesia



Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas penyebarannya di dunia. Dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung selatan dan dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di ujung timur.
Istilah Austronesia

Austronesia adalah istilah mengacu pada suatu daerah yang dimana bahasa-bahasa Austronesia dituturkan, daerah tersebut mencakup oleh penduduk pulau Taiwan, kepulauan Nusantara (termasuk Filipina), Mikronesia, Melanesia, Polinesia, dan Pulau Madagaskar. Secara harafiah, Austronesia berarti "Kepulauan Selatan" dan berasal dari bahasa Latin austrālis yang berarti "selatan" dan bahasa Yunani nêsos (jamak: nesia) yang berarti "pulau".

Jika bahasa Jawa di Suriname dimasukkan, maka cakupan geografi juga mencakup daerah tersebut. Studi juga menunjukkan adanya masyarakat penutur bahasa mirip Melayu di pesisir Sri Langka.

Asal usul bangsa Austronesia

Untuk mendapat ide akan tanah air dari bangsa Austronesia, cendekiawan menyelidiki bukti dari arkeologi dan ilmu genetika. Penelaahan dari ilmu genetika memberikan hasil yang bertentangan. Beberapa peneliti menemukan bukti bahwa tanah air bangsa Austronesia purba berada pada benua Asia. (seperti Melton dkk., 1998), sedangkan yang lainnya mengikuti penelitian linguistik yang menyatakan bangsa Austronesia pada awalnya bermukim di Taiwan. Dari sudut pandang ilmu sejarah bahasa, bangsa Austronesia berasal dari Taiwan karena pada pulau ini dapat ditemukan pembagian terdalam bahasa-bahasa Austronesia dari rumpun bahasa Formosa asli. Bahasa-bahasa Formosa membentuk sembilan dari sepuluh cabang pada rumpun bahasa Austronesia . Comrie (2001:28) menemukan hal ini ketika ia menulis:
“ ... Bahasa-bahasa Formosa lebih beragam satu dengan yang lainnya dibandingkan seluruh bahasa-bahasa Austronesia digabung menjadi satu sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadi perpecahan genetik dalam rumpun bahasa Austronesia diantara bahasa-bahasa Taiwan dan sisanya. Memang genetik bahasa di Taiwan sangatlah beragam sehingga mungkin saja bahasa-bahasa itu terdiri dari beberapa cabang utama dari rumpun bahasa Austronesia secara kesuluruhan. ”

Setidaknya sejak Sapir (1968), ahli bahasa telah menerima bahwa kronologi dari penyebaran sebuah keluarga bahasa dapat ditelusuri dari area dengan keberagaman bahasa yang besar ke area dengan keberagaman bahasa yang kecil. Walau beberapa cendekiawan menduga bahwa jumlah dari cabang-cabang diantara bahasa-bahasa Taiwan mungkin lebih sedikit dari perkiraan Blust sebesar 9 (seperti Li 2006), hanya ada sedikit perdebatan diantara para ahli bahasa dengan analisis dari keberagaman dan kesimpulan yang ditarik tentang asal dan arah dari migrasi rumpun bahasa Austronesia.

Bukti dari ilmu arkeologi menyarankan bahwa bangsa Austronesia bermukim di Taiwan sekitar delapan ribu tahun yang lalu . Dari pulau ini para pelaut bermigrasi ke Filipina, Indonesia, kemudian ke Madagaskar dekat benua Afrika dan ke seluruh Samudra Pasifik, mungkin dalam beberapa tahap, ke seluruh bagian yang sekarang diliputi oleh bahasa-bahasa Austronesia . Bukti dari ilmu sejarah bahasa menyarankan bahwa migrasi ini bermula sekitar enam ribu tahun yang lalu . Namun, bukti dari ilmu sejarah bahasa tidak dapat menjembatani celah antara dua periode ini.

Pandangan bahwa bukti dari ilmu bahasa menghubungkan bahasa Austronesia purba dengan bahasa-bahasa Tiongkok-Tibet seperti yang diajukan oleh Sagart (2002), adalah pandangan minoritas seperti yang dinyatakan oleh Fox (2004:8):
“ Disiratkan dalam diskusi tentang pengelompokan bahasa-bahasa Austronesia adalah permufakatan bahwa tanah air bangsa Austronesia berada di Taiwan. Daerah asal ini mungkin juga meliputi kepulauan Penghu diantara Taiwan dan Cina dan bahkan mungkin juga daerah-daerah pesisir di Cina daratan, terutamanya apabila leluhur bangsa Austronesia dipandang sebagai populasi dari komunitas dialek yang tinggal pada permukiman pesisir yang terpencar. ”

Analisis kebahasaan dari bahasa Austronesia purba berhenti pada pesisir barat Taiwan. Bahasa-bahasa Austronesia yang pernah dituturkan di daratan Cina tidak bertahan. Satu-satunya pengecualian, bahasa Chamic, adalah migrasi yang baru terjadi setelah penyebaran bangsa Austronesia

Penggolongan bahasa-bahasa Austronesia berikut diajukan oleh Blust. Penggolongan yang diajukannya bukanlah yang pertama dan bahkan ia juga mencantumkan paling sedikit tujuh belas penggolongan lainnya dan mendiskusikan fitur-fitur dan rincian dari pengelompokan tersebut. Beberapa ahli bahasa Formosa mempertentangkan rincian dari penggolongan itu namun penggolongan ini dalam garis besar tetap menjadi titik referensi untuk analisis ilmu bahasa saat ini. Dapat dilihat bahwa sembilan cabang utama dari bahasa Austronesia kesemuanya adalah bahasa-bahasa Formosa.

Austronesia

* Atayalik (Atayal, Seedik) [nama lain untuk Seediq:Truku, Taroko, Sediq]
* Formosa Timur
o Utara (Basai-Trobiawan, Kavalan)
o Tengah (Amis, Nataoran, Sakizaya)
o Barat Daya (Siraya)
* Puyuma
* Paiwan
* Rukai
* Tsouik (Tsou, Saaroa, Kanakanabu)
* Bunun
* Dataran Rendah Barat
o Dataran Tengah-Barat (Taokas-Babuza, Papora-Hoanya)
o Thao
* Formosa Barat Laut (Saisiyat, Kulon-Pazeh)
* Malayo-Polinesia (Lihat di bawah)

[sunting] Penggolongan bahasa-bahasa Malayo-Polinesia

Berikut adalah klasifikasi bahasa-bahasa Malayo-Polinesia yang disederhanakan oleh Wouk & Ross (2002)

Bahasa-bahasa Malayo-Polinesia

* Bahasa Kalimantan-Filipina atau bahasa Malayo-Polinesia Barat Luar (Hesperonia Luar): terdiri dari banyak bahasa seperti Dayak Ngaju, Gorontalo, bahasa Bajau, bahasa-bahasa Minahasa, Tagalog, Cebuano, Hiligaynon, Ilokano, Kapampangan, Malagasi, dan Tausug
* Bahasa Malayo-Polinesia Inti (Kemungkinan menyebar dari Pulau Sulawesi)
o Bahasa Sunda-Sulawesi atau bahasa Malayo-Polinesia Barat Dalam (Hesperonia Dalam), contoh: Indonesia Barat, Bugis, Aceh, Cham (di Vietnam dan Kamboja), Melayu, Indonesia, Iban, Sunda, Jawa, Bali, Chamoru, dan Palau
o Bahasa Malayo-Polinesia Tengah-Timur
+ Bahasa Malayo-Polinesia Tengah atau bahasa Bandanesia: sekitar Laut Banda yaitu bahasa-bahasa di Pulau Timor, Sumba, Flores, dan juga di Maluku
+ Bahasa Malayo-Polinesia Timur atau disebut juga bahasa Melanesia
# Halmahera Selatan-Papua Barat-Laut: beberapa bahasa di pulau Halmahera dan sebelah barat pulau Irian, contohnya bahasa Taba dan bahasa Biak
# Bahasa Oseanik: Termasuk semua bahasa-bahasa Austronesia di Melanesia dari Jayapura ke timur, Polinesia dan sebagian besar Mikronesia

Salah satu cabang terbesar adalah cabang Sundik yang menurunkan bahasa-bahasa Austronesia dengan jumlah penutur terbesar yaitu: Bahasa Jawa, Bahasa Melayu (dan Bahasa Indonesia), Bahasa Sunda, Bahasa Madura, Bahasa Aceh, Bahasa Batak dan Bahasa Bali.
[sunting] Kekerabatan dengan rumpun bahasa yang lain

Hubungan-hubungan genealogis antara rumpun bahasa Austronesia dan keluarga bahasa yang lainnya di Asia Tenggara telah diajukan dan umumnya disebut Filum Bahasa Austrik. Pada hipotesis filum Austrik dinyatakan bahwa semua bahasa di Tiongkok bagian selatan sebenarnya berkerabat yaitu rumpun bahasa Austronesia, bahasa Austro-Asia, bahasa Tai-Kadai dan bahasa Hmong-Mien (juga disebut Miao-Yao).

Secara skematis rumpun bahasa Austrik secara hipotetis adalah sebagai berikut:

Austrik

* Austronesia
* Tai-Kadai
* Hmong-Mien
* Austro-Asiatik

Para penutur keempat rumpun bahasa yang diduga berkerabat ini bermukim di daerah yang sekarang termasuk Tiongkok bagian selatan sampai kurang lebih pada antara tahun 2000 SM – 1000 SM. Kala itu suku bangsa Han, yang merupakan penutur bahasa Sino-Tibet, dari Tiongkok utara menyerbu ke selatan dan para penutur bahasa Austrik tercerai-berai. Hal ini yang diduga sebagai alasan mengapa kaum Austronesia lalu bermigrasi ke Taiwan dan ke kepulauan Asia Tenggara dan Samudra Pasifik lainnya.

Beberapa hipotesis filum Austrik juga mengajukan akan perubahan dari akar kata dwisuku kata di mana bahasa Austronesia menyimpan kedua suku kata sedangkan bahasa Austro-Asiatik menyimpan suku kata pertama dan bahasa Tai-Kadai menyimpan suku kata kedua. Sebagai contoh:
Austronesia purba *mata ‘mata
Austro-Asiatik purba *măt ‘mata'’
Tai-Kadai purba *taa ‘mata

Namun, satu-satunya proposal dari yang mematuhi metode perbandingan adalah hipotesis "Austro-Tai" yang menghubungkan rumpun bahasa Austronesia dengan rumpun bahasa Tai-Kadai. Roger Blench (2004:12) mengetakan tentang Austro-Tai bahwa:
“ Ostapirat mengasumsikan sebuah model sederhana dari sebuah perpecahan dengan para Daik [Tai-Kadai] sebagai orang-orang Austronesia yang menetap di daerah asalnya. Namun hal ini nampaknya tidak mungkin karena Daik nampak seperti percabangan dari bahasa Filipina Purba dan tidak mempunyai kerumitan seperti yang dimiliki oleh bahasa-bahasa Formosa. Mungkin dapat lebih baik dipandang bahwa penutur Daik Purba bermigrasi kembali dari Filipina utara ke daerah di pulau Hainan. Hal ini dapat menjelaskan perbedaan dari Hlai, Be, dan Daik sebagai hasil dari penstrukturan ulang secara radikal karena kontak dengan penutur bahasa-bahasa Miao-Yao dan Sinitik. ”

Atau dengan kata lain, pengelompokan dibawah Tai-Kadai akan menjadi cabang dari bahasa Kalimantan-Filipina. Namun, tidak ada dari proposal tersebut yang mendapat sambutan luas dari komunitas ilmu bahasa.

]Klasifikasi bahasa Jepang

Telah diajukan juga hipotesis bahwa bahasa Jepang mungkin adalah saudara jauh dari rumpun bahasa Austronesia. [Ada yang mengelompokkan bahasa ini dalam rumpun bahasa Austronesia berdasarkan beberapa kata-kata dan fonologi bahasa Jepang. Namun yang lain berpendapat bahwa bahasa Jepang termasuk rumpun bahasa Altai dan terutama mirip dengan cabang bahasa Mongol. Bahasa Korea kemungkinan besar termasuk rumpun bahasa yang sama pula. Bahasa Korea mirip dengan bahasa Jepang namun sejauh ini belum ada yang menghubungkannya dengan rumpun bahasa Austronesia. Namun perlu diberi catatan pula bahwa rumpun bahasa Altai masih dipertentangkan pula.

Sebagai contoh adalah beberapa kata dari bahasa Jepang yang diduga berasal dari rumpun bahasa Austronesia:

* hi yang berarti api dan berasal dari *PAN (Proto-Austronesia): *Xapuy
* ke yang berarti kayu

Hipotesis akan hubungn bahasa Jepang sebagai saudara dari bahasa-bahasa Austronesia ditolak oleh hampir seluruh pakar ilmu bahasa karena hanya ada sedikit bukti akan hubungan antara bahasa Jepang dan rumpun bahasa Austronesia dan kebanyakan ahli bahasa berpikir bahwa kesamaan yang sedikit ini adalah hasil dari pengaruh bahasa-bahasa Austronesia pada bahasa Jepang, mungkin melalui substratum. Mereka yang mengajukan skenario ini menyarankan bahwa rumpun bahasa Austronesia dulunya pernah meliputi pulau-pulau di utara dan selatan dari Taiwan. Lebih lanjut, tidak ada bukti genetis untuk hubungan yang dekat antara penutur bahasa-bahasa Austronesia dan bahasa-bahasa Japonik, sehingga apabila ada interaksi pra-sejarah antara penutur bahasa Austronesia purba dengan bahasa Japonik purba lebih mungkin interaksi itu adalah sebuah pertukaran budaya yang sederhana alih-alih percampuran etnis yang signifikan. Analisis genetis menunjukan secara konsisten bahwa orang-orang Ryukyu diantara Taiwan dan pulau-pulau utama Jepang lebih mirip dengan orang Jepang daripada orang asli Taiwan. Hal ini menyarankan bahwa apabila ada interaksi antara bangsa Austronesia purba dan bangsa Japonik purba, interaksi ini kemungkinan terjadi di benua Asia timur sebelum pengenalan bahasa-bahasa Austronesia ke Taiwan (atau setidaknya sebelum kepunahan hipotetis bahasa-bahasa Austronesia dari daratan Tiongkok), dan bahasa-bahasa Japonik ke Jepang. Perbendaharaan kata

Rumpun bahasa Austronesia didefinisikan menggunakan metode perbandingan bahasa untuk menemukan kata-kata yang seasal, yaitu kata-kata yang mirip dalam bunyi dan makna dan dapat ditunjukan berasal dari kata yang sama dari bahasa Austronesia purba menurut sebuah aturan yang regular. Beberapa kata seasal sangatlah stabil, sebagai contoh kata untuk mata pada banyak bahasa-bahasa Austronesia adalah "mata" juga mulai dari bahasa paling utara di Taiwan sampai bahasa paling selatan di Aotearoa.

Di bawah disajikan sebagai contoh untuk menunjukkan kekerabatan, kata-kata bilangan dari satu sampai sepuluh dalam beberapa bahasa Austronesia. Catatan: /e/ harus dibaca sebagai taling (misalkan dalam kata “keras”) dan /é/ sebagai pepet (misalkan dalam kata “lémpar”). Jika ada kesalahan, para pembaca dipersilakan memperbaikinya.
Bahasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Proto-Austronesia *esa/isa *duSa *telu *Sepat * lima *enem *pitu *walu *Siwa *sa-puluq
Paiwan ita dusa celu sepac lima unem picu alu siva ta-puluq
Tagalog isá dalawá tatló ápat limá ánim pitó waló siyám sampû
Ma'anyan Isa' rueh telo epat dime enem pitu Balu' suei sapuluh
Bugis seddi dua téllu eppa lima enneng pitu aruwa asera seppulo
Malagasy iráy róa télo éfatra dímy énina fíto válo sívy fólo
Aceh sa duwa lhee peuet limöng nam tujôh lapan sikureueng plôh
Toba Batak sada duwa tolu opat lima onom pitu uwalu sia sampulu
Bali sa dua telu empat lima enem pitu akutus sia dasa
Sasak esa due telu empat lime enem pitu’ balu’ siwa’ sepulu
Jawa Kuna sa rwa telu pat lima nem pitu wwalu sanga sapuluh
Jawa Baru siji loro telu papat lima nem pitu wolu sanga sepuluh
Sunda hiji dua tilu opat lima genep tujuh dalapan salapan sapuluh
Madura settong dhua tello' empa' léma' ennem pétto' ballu' sanga' sapolo
Melayu satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh
Minangkabau ciék duo tigo ampék limo anam tujuah salapan sambilan sapuluah
Rapanui tahi rua toru ha rima ono hitu va'u iva 'ahuru
Hawaii `ekahi `elua `ekolu `eha: `elima `eono `ehiku `ewalu `eiwa `umi
Sinama issah duah talluh mpat limah nnom pitu' walu' siam sangpu
Gayo sara roa tulu opat lime onom pitu waloh siwah sepuluh

Basis Data Perbendaharan Kata Bahasa-Bahasa Austronesia (pranala diberikan dibawah artikel) mencatat kata-kata (dikodekan menurut keseasalan) untuk sekitar 500 bahasa Austronesia.

Tipologi dan struktur

Sukar untuk menarik sebuah generalisasi yang berarti tentang bahasa-bahasa yang menyusun rumpun yang seberagam rumpun bahasa Austronesia. Pada garis besarnya, bahasa-bahasa Austronesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok bahasa: tipe Filipina, tipe Indonesia, dan tipe pasca-Indonesia [6]. Kelompok yang pertama diwatakkan dengan urutan kata kata kerja-pertama dan pengubahan suara gramatik ala bahasa Filipina, fenomena yang seringkali dirujuk sebagai pemfokusan. Literatur yang berhubungan mulai menjauhi penggunaan istilah ini karena banyak ahli bahasa merasa bahwa fenomena pada bahasa bertipe ini lebih baik disebut sebagai suara gramatik.

Bahasa-bahasa Austronesia umumnya menggunakan pengulangan kata.

Fonologi bahasa-bahasa Austronesia tergolong sederhana dengan aturan pembentukan suku kata yang sangat terbatas dan jumlah fonem yang sedikit. Banyak dari bahasa-bahasa Austronesia tidak memperbolehkan sukukata dan gugusan konsonan. Beberapa bahasa memang memiliki gugusan-gugusan konsonan namun ini merupakan pengaruh dari bahasa-bahasa lain, terutama dari bahasa Arab, bahasa Sansekerta, dan bahasa Indo-Eropa lainnya.

Beberapa bahasa bahkan meminjam fonem dari bahasa lain seperti retrofleks dalam bahasa Jawa dan fonem berhembus dalam bahasa Madura yang diduga dipinjam dari Sansekerta. Namun banyak para pakar yang menentang bahwa fonem-fonem ini dipinjam dari bahasa Sansekerta. Mereka berpendapat bahwa fonem-fonem ini merupakan perkembangan sendiri saja.
Jumlah penutur

Secara total jumlah penutur bahasa Austronesia sekitar 300 juta jiwa. Berikut adalah bahasa-bahasa Austronesia diurutkan dari bahasa dengan penutur terbanyak.
Jumlah penutur bahasa-bahasa Austronesia Bahasa Jumlah Penutur
Sebagai Bahasa Ibu Sebagai Bahasa Resmi
Bahasa Jawa 76.000.000
Bahasa Sunda 20.000.000
Bahasa Melayu 19.000.000*
Bahasa Indonesia 25.000.000* 220.000.000
Bahasa Tagalog 24.000.000 70.000.000
Bahasa Cebu 15.000.000 30.000.000
Bahasa Malagasy 17.000.000
Bahasa Batak 14.000.000
Bahasa Madura 14.000.000
Bahasa Ilokano 8.000.000 10.000.000
Bahasa Minangkabau 7.000.000
Bahasa Hiligaynon 7.000.000 11.000.000
Bahasa Bikol 4.600.000
Bahasa Banjar 4.500.000
Bahasa Bali 4.000.000
Bahasa Bugis 4.000.000
Bahasa Tetum 800.000
Bahasa Samoa 370.000
Bahasa Fiji 350.000 550.000
Bahasa Tahiti 120.000
Bahasa Tonga 108.000
Bahasa Māori 100.000
Bahasa Kiribati 100.000
Bahasa Chamorro 60.000
Bahasa M̧ajeļ 44.000
Bahasa Nauru 6.000
Bahasa Hawai'i 1.000 8.000

* Statistik untuk kedua bahasa diperdebatkan.
Status resmi

Bahasa Austronesia terpenting ditilik dari status resminya ialah bahasa Melayu, yang menjadi bahasa resmi di Indonesia (sebagai bahasa Indonesia), Malaysia, dan Brunei. Bahasa Indonesia juga berstatus bahasa kerja di Timor Leste m. Bahasa Filipina (Filipino), yang merupakan bentuk baku dari bahasa Tagalog, adalah bahasa resmi Filipina. Di Timor Leste, bahasa Tetum, yang juga termasuk sebuah bahasa Austronesia, menjadi bahasa resmi di samping bahasa Portugis. Di Madagaskar, bahasa Malagasi adalah bahasa resmi. Di Aotearoa (Selandia Baru), bahasa Maori juga memiliki status bahasa resmi di samping bahasa Inggris.

Sabtu, 24 April 2010

Kejahatan" yang Dilakukan Wanita di Facebook

Banyak hal yang bisa Anda lakukan di Facebook. Tidak hanya sebagai wadah bersosialisasi, situs jejaring ini juga bisa dijadikan tempat untuk memantau dan memengaruhi orang lain.

Menurut beberapa pria, seperti yang dikutip dari foxnews.com, wanita bisa memanfaatkan Facebook, tidak hanya dalam hal positif, tapi juga hal negatif. Salah satunya jika terkait masalah hubungan dengan lawan jenis.

Berikut opini beberapa pria yang membeberkan hal mengejutkan yang bisa dilakukan wanita di Facebook.

1. Membuat profil palsu untuk menguntit mantan pacar

Hal satu ini mungkin tampak sedikit ekstrem. Tapi, banyak wanita sengaja membuat profil palsu untuk bisa memantau mantan pacar tanpa diketahui pasangannya. Daripada menelepon atau mengirimkan sms, sekadar menulis "Apa kabar?" di wall Facebook, cara ini memang lebih aman.

2. Memanipulasi penampilan

Menurut pria, tidak sedikit wanita yang sering memasang foto di Facebook untuk menampilkan citra diri yang tidak sesuai realitas. Dalam foto-foto mungkin ingin terlihat lebih seksi dan berani atau sebaliknya, dan berlawanan dengan kenyataan. Hati-hati, hal ini bisa menjadi bumerang buat wanita.

3. Menulis status berlebihan dan provokatif

Status di Facebook bisa dibaca siapa saja dan banyak wanita yang mengggunakannya untuk tujuan provokasi atau pamer. Bagi pria, hal yang paling menyebalkan adalah "curhat", soal kehidupan pribadi di status. Menurut pria, lebih baik berbicara langsung daripada mengumbarnya di

Facebook, karena kesannya seperti mengharap belas kasihan. Selain itu, pamer soal kelebihan atau tempat yang didatangi dan langsung memasangnya di status.

4. Memasang foto ambigu

Status sudah berhubungan dengan seseorang, tetapi dalam beberapa foto terlihat mesra dengan pria lain. Hal ini seperti ingin "membakar" rasa cemburu pasangan dengan cara kekanakan. Foto ambigu itu juga menurut pria, sengaja untuk membuat orang lain mempertanyakan hubungannya, dan

memberikan perhatian padanya.

5. Status hubungan palsu

Beberapa wanita lajang banyak memasang status hubungan dengan "in a relationship". Hal ini dilakukan untuk menghindari reaksi "kasihan" orang atas statusnya yang masih lajang. Hal ini menurut pria, sangat tidak masuk akal, karena justru status tersebut menghambatnya mendapat

pasangan.

Apakah Anda juga melakukan hal sama? Hati-hati, menurut opini pria, kebiasaan ini bisa menjadi bumerang bagi wanita! rio bonay

Indonesian police attack peaceful demonstration in Manokwari, 22nd April...

Jumat, 23 April 2010

WACANA PEMBENTUKAN REPUBLIK AL-ISLAM -FAK-FAK


WACANA PEMBENTUKAN REPUBLIK AL-ISLAM -FAK-FAK
Oleh : captain romario fabrizio bonay.S.com
Chief Warrant Officer PAPUA ARMY
( di kutip dari sumber Email dari sulaimanbauw_raiff@ymail.com yang di kirimkan kea kun email riodejaneyrog@yahoo.co.id )

SALAM MERDEKA TANAH KU PAPUA DAN DIBERKATI SALAM DALAM TUHAN KITA YESUS KRISTUS..

Belakangan ini santer terdengar di kalanga ulama dan tokoh agama di salah satu kabupaten di Propinsi termuda di wilayah NKRI yaitu kabupaten FAK-FAK Provinsi PAPUA BARAT. Wacana yang berkembang adalah rencana segelintir orang
( contoh bendera RAIFF )

yang menamakan diri mereka AL-REFISAF ( GERAKAN REFOLUSI AL-ISLAM FAK-FAK)
Gerakan ini mengklaim memiliki pengikut sabanyak 856 orang yang tersebar di seluruh Kabupatn FAK-FAK, Adalah HASAN SULAIMAN BOUW BIN AHMAD BAUW, Pimpinan dari Gerakan AL-Refisaf Mengklaim bahwa pembentukan Reubik AL-ISLAM FAK-FAK, Di dasari karena menurut sejarah sebelun bergabug dengan kesultanan Ternate&tiodore Fak –FAK nerupakan wilayah yang takberpemilik.. sebagian besar mereka yang bermukim di sana merupakan masyarakat buangan dari daerah timur tengah.
Menurut jendral Al-Reisaf.. dasar dia dan rekan-rekanya untuk medirikan republik islam fak-fak mereka siap berjihad.. untuk membangun RAIFF . Adapn menurut pengakuan sang jendral yang merupakan putra asli fak –fak dari keturunan timur tengah, yang merupakan lulusan camp pelatihan mindanou filipin.
Mereka memiliki persenjataan yang lengkap, di tambah 500 kavaleri siap tempur melawan pemerintah Indonesia.. namun ini baru wacana yang berkembang,
Saya pun turun mencari orang yang bernama JENDRAL HASAN SULAIMAN BAUW Bin AHMAD BAUW, sosok sental yang digadang gadangkan sebagai pemimpin tertinggi RAIFF Namun seperti pepatah bagai mencari jarum dalan setumpuk jerami sosok sang jendarl tak bisa di temukan di kota fak fak dari perkotaan sampai pedalaman tak ada yang pernah mengenal nama sang jendral…
Jadi dapat di simpulkan bahwa pembentukan Negara AL ISLAM FAK – FAK Hanya lah wacana yang berkembang ssaja. Namun yang dapat di temukan .. adalah selembar contoh Bendera republik yang di kirimkan kepada penulis melalui akun yahoo namun sang penggirim sangat susah untuk di hubungi dan di mintai konfirmasi mengenai cerita sebenarnya .
Nama dan pemilik akun pengirim INFORMASI
NAMA : SULAIMAN BAUW
sulaimanbauw_raiff@ymail.com
namun sangat sulit untuk di temukan..
PARMY ( nama untuk anggota group FB PAPUA ARMY ) ada yang mengenal atau tau terhadap nama dan punya info mengenai nama dan orang di atas mohon di berikan info kepada penulus melalui group PAPUA ARMY untuk di minta konfirmasi mengenai kebenaran berita tersebut.

SALAM
PAPUA ARMY

CAPTEIN ROMARIO FABRIZIO BONAY
Chief Warrant officer PAPUA ARMY
Admin Papua Army

Selasa, 20 April 2010


Give me freedom, give me fire, give me reason, take me higher
See the champions, take the field now, you define us, make us feel proud
In the streets are, exaliftin , as we lose our inhabition,
Celebration its around us, every nation, all around us
Singin forever young, singin songs underneath that sun
Lets rejoice in the beautiful game.
And together at the end of the day.
WE ALL SAY
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom
Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes
Oooooooooooooh woooooooooohh hohoho
Give you freedom, give you fire, give you reason, take you higher
See the champions, take the field now, you define us, make us feel proud
In the streets are, exaliftin, every loser in ambition,
Celebration, its around us, every nations, all around us
Singin forever young, singin songs underneath that sun
Lets rejoice in the beautiful game.
And together at the end of the day.
WE ALL SAY
When I get older, I will be stronger
They’ll call me freedom
Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom
Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes
Wooooooooo Ohohohoooooooo ! OOOoooooh Wooooooooo
WE ALL SAY !
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom
Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes back
When I get older I will be stronger
They’ll call me freedom
Just like a wavin’ flag
And then it goes back
And then it goes back
And then it goes
Wooo hooooo hohohohoooooo
And everybody will be singinit
Wooooooooo ohohohooooo
And we are all singinit

study & beasiswa

Request a Fulbright Senior Specialist
Application for Host Institutions

(Please note: Host institution is required to provide lodging accommodation, meals and incidental expenses/M&IE, and local transportation
to the Fulbright Senior Specialist for the duration of the grant period.)

This form is for the use of academic institution that wish to request a Fulbright Senior Specialist. Please return the completed form to The Executive Director, Fulbright Indonesia, American Indonesian Exchange Foundation, Gedung Balai Pustaka Lt. 6, Jl. Gunung Sahari Raya No. 4, Jakarta 10720. You can also fax the form to (021) 3452050 or send it as an e-mail attachment to rfadillah@aminef.or.id.

Instructions to potential host institutions. The recruitment effort for your program request can be most effective if:
1. Careful attention is given to the Project description, purpose, impact on host institution, potential for institutional linkages to ensure adequate detail in describing the scope of work.
2. Adequate lead time is given for recruitment of specialists who best fit the program request.
3. Flexibility in the time frame of the proposed project is allowed for in order to accommodate the various schedule of potential Fulbright Senior Specialist candidates.

PROGRAM INFORMATION

Field Requested Primary Fields
(Choose only one primary fields. Anthropology Archaeology
For U.S. Studies, please also specify Business Administration Communications/Journalism
one sub-field.) Economics Education
Environmental Science Information Technology
Law Library Science
Political Science Public Administration
Sociology Social Work
Agriculture Applied Linguistics/TEFL
Urban Planning Public/Global Health
Peace and Conflict Resolution Studies
U.S. Studies - GENERAL U.S. Studies - Art
U.S. Studies - Art History U.S. Studies - Dance
U.S. Studies - History U.S. Studies - Literature
U.S. Studies - Music U.S. Studies - Popular Culture
U.S. Studies - Religious Studies U.S. Studies - Theater
U.S. Studies - Women’s Studies

Specialization desired within the field
requested: _________________________________________________________

Type of Activity Requested Present lectures at graduate and undergraduate levels
Participate in or lead seminars or workshops at overseas academic institutions
Conduct needs assessments, surveys, institutional or programmatic research
Take part in specialized academic programs and conferences
Consult with administrators & instructors of post-secondary institutions on faculty development
Develop and/or assess academic curricula or educational materials
Conduct teacher-training programs at the tertiary level
Other (please describe): ___________________________________________________________



Name of Institution Hosting the Award:

City:
Contact Person/Title:
Telephone Number/HP:
E-mail Address
Web Address:


Project Description:
(In order to provide the best possible
matches of specialists with program requests, please be
very specific as to the type of and scope of work that the
specialist would engage in.) Attach additional sheet if
necessary.


Project Purpose:
(Describe the program objectives and provide
Background on th eissues an d institutions involved.)
(not more than 500 words)



Project impact on host institution: Please comment
on the project’s potential impact on the host
institution. Not more than 500 words.


Project potential for institutional linkages:
(Please describe project’s potential for developing
institutional linkages between host
institution and grantee’s home institution.)
(not more than 500 words)

Length of Grant: (Grant Length may be from 2-6 weeks.) (days)

Proposed Starting Date:
(Please advise the date and time of the program
In local time)

Preferred Arrival Date:

Number of Program Days Requested:

Flexibility of time frame. Providing flexibility in the
time frame of the requested project may result in a
broader pool of candidates from which to choose.
Please describe the extent (in days or month)
of the host institution’s flexibility



Contact Information for Person Responsible for lodging Arrangements:


Name:
Professional Title:
Telephone Number/HP:
E-mail Address



Lodging Arrangements
Describe the lodging arrangements that have been made
for the Specialist (lodging for the duration of the stay
should be arranged ahead pf arriva). If in-kind
coverage of cost share, please descrbe.
If monies will be paid directly to the grantee,
please indicate the amount.

Estimated US Dollar amount
Lodging is available: from start date (mm/dd/yyyy)
To End date: (mm/dd/yyyy)


Meals Arrangements
Describe arrangements for coverage of meals.
If in-kind coverage of cost share, please descrbe.
If monies will be paid directly to the grantee,
please indicate the amount.

Estimated US Dollar amount



SPECIALIST DESCRIPTION
Type of Specialist Required (check one) Academic Professional Either

QUALIFICATION PREFERRED
Degree:
Minimum years of teaching experience:
Academic rank preferred:
Language requirements:

Audience(s) (One way of determining the level of grantee
expertise needed for a program is to know with whom
he/she will be working. If the name of the audience does
not make clear their level of sophistication, please
elaborate).

Other:



If this is a request for a specific individual (Name Request), please provide as much of the following as possible: Note: Host institutions may list specific individuals in whom the institution is particularly interested and may invite such candidates to apply with the understanding that the invitation does not constitute a commitment or a preference in final consideration.

Name of Person Requested (Note: the requested
individual must be a U.S. citizen):
Title of Person Requested:
Institution:
Department (if applicable):
Address:
Telephone Number(s):
Fax Numbers:
E-mail Address(es):
Provide a brief justification for requesting this person:

DASAR DASAR PERJUANGAN KEMERDEKAAN PAPUA BARAT

DASAR DASAR PERJUANGAN KEMERDEKAAN PAPUA BARAT

Oleh: C.rdjb
Mengapa rakyat Papua Barat ingin merdeka di luar Indonesia?
Mengapa rakyat Papua Barat masih tetap meneruskan perjuangan mereka?
Kapan mereka mau berhenti berjuang?

Ada empat faktor yang mendasari keinginan rakyat Papua Barat untuk memiliki negara sendiri yang merdeka dan berdaulat di luar penjajahan manapun, yaitu:

1. hak
2. budaya
3. latarbelakang sejarah
4. realitas sekarang

ad 1. Hak
Kemerdekaan adalah »hak« berdasarkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration on Human Rights) yang menjamin hak-hak individu dan berdasarkan Konvenant Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang menjamin hak-hak kolektif di dalam mana hak penentuan nasib sendiri (the right to self-determination) ditetapkan.
»All peoples have the right of self-determination. By virtue of that right they freely determine their political status and freely pursue their economic, social and cultural development - Semua bangsa memiliki hak penentuan nasib sendiri. Atas dasar mana mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas melaksanakan pembangunan ekonomi dan budaya mereka«
(International Covenant on Civil and Political Rights, Article 1). Nation is used in the meaning of People (Roethof 1951:2) and can be distinguished from the concept State - Bangsa digunakan dalam arti Rakyat (Roethof 1951:2) dan dapat dibedakan dari konsep Negara (Riop Report No.1). Riop menulis bahwa sebuah negara dapat mencakup beberapa bangsa, maksudnya kebangsaan atau rakyat (A state can include several nations, meaning Nationalities or Peoples).
Ada dua jenis the right to self-determination (hak penentuan nasib sendiri), yaitu external right to self-determination dan internal right to self-determination.
External right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri untuk mendirikan negara baru di luar suatu negara yang telah ada. Contoh: hak penentuan nasib sendiri untuk memiliki negara Papua Barat di luar negara Indonesia. External right to self-determination, or rather self-determination of nationalities, is the right of every nation to build its own state or decide whether or not it will join another state, partly or wholly (Roethof 1951:46) - Hak external penentuan nasib sendiri, atau lebih baiknya penentuan nasib sendiri dari bangsa-bangsa, adalah hak dari setiap bangsa untuk membentuk negara sendiri atau memutuskan apakah bergabung atau tidak dengan negara lain, sebagian atau seluruhnya (Riop Report No.1). Jadi, rakyat Papua Barat dapat juga memutuskan untuk berintegrasi ke dalam negara tetangga Papua New Guinea. Perkembangan di Irlandia Utara dan Irlandia menunjukkan gejala yang sama. Internal right to self-determination yaitu hak penentuan nasib sendiri bagi sekelompok etnis atau bangsa untuk memiliki daerah kekuasaan tertentu di dalam batas negara yang telah ada. Suatu kelompok etnis atau suatu bangsa berhak menjalankan pemerintahan sendiri, di dalam batas negara yang ada, berdasarkan agama, bahasa dan budaya yang dimilikinya. Di Indonesia dikenal Daerah Istimewa Jogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Pemerintah daerah-daerah semacam ini biasanya dilimpahi kekuasaan otonomi ataupun kekuasaan federal. Sayangnya, Jogyakarta dan Aceh belum pernah menikmati otonomi yang adalah haknya.

ad 2. Budaya
Rakyat Papua Barat, per definisi, merupakan bagian dari rumpun bangsa atau ras Melanesia yang berada di Pasifik, bukan ras Melayu di Asia. Rakyat Papua Barat memiliki budaya Melanesia. Bangsa Melanesia mendiami kepulauan Papua (Papua Barat dan Papua New Guinea), Bougainville, Solomons, Vanuatu, Kanaky (Kaledonia Baru) dan Fiji. Timor dan Maluku, menurut antropologi, juga merupakan bagian dari Melanesia. Sedangkan ras Melayu terdiri dari Jawa, Sunda, Batak, Bali, Dayak, Makassar, Bugis, Menado, dan lain-lain.
Menggunakan istilah ras di sini sama sekali tidak bermaksud bahwa saya menganjurkan rasisme. Juga, saya tidak bermaksud menganjurkan nasionalisme superior ala Adolf Hitler (diktator Jerman pada Perang Dunia II). Adolf Hitler menganggap bahwa ras Aria (bangsa Germanika) merupakan manusia super yang lebih tinggi derajat dan kemampuan berpikirnya daripada manusia asal ras lain. Rakyat Papua Barat sebagai bagian dari bangsa Melanesia merujuk pada pandangan Roethof sebagaimana terdapat pada ad 1 di atas.

ad 3. Latarbelakang Sejarah
Kecuali Indonesia dan Papua Barat sama-sama merupakan bagian penjajahan Belanda, kedua bangsa ini sungguh tidak memiliki garis paralel maupun hubungan politik sepanjang perkembangan sejarah. Analisanya adalah sebagai
berikut:
Pertama: Sebelum adanya penjajahan asing, setiap suku, yang telah mendiami Papua Barat sejak lebih dari 50.000 tahun silam, dipimpin oleh kepala-kepala suku (tribal leaders). Untuk beberapa daerah, setiap kepala suku dipilih secara demokratis sedangkan di beberapa daerah lainnya kepala suku diangkat secara turun-temurun. Hingga kini masih terdapat tatanan pemerintahan tradisional di beberapa daerah, di mana, sebagai contoh, seorang Ondofolo masih memiliki kekuasaan tertentu di daerah Sentani dan Ondoafi masih disegani oleh masyarakat sekitar Yotefa di Numbai. Dari dalam tingkat pemerintahan tradisional di Papua Barat tidak terdapat garis politik vertikal dengan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia ketika itu.
Kedua: Rakyat Papua Barat memiliki sejarah yang berbeda dengan Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda dan Jepang. Misalnya, gerakan Koreri di Biak dan sekitarnya, yang pada awal tahun 1940-an aktif menentang kekuasaan Jepang dan Belanda, tidak memiliki garis komando dengan gerakan kemerdekaan di Indonesia ketika itu. Gerakan Koreri, di bawah pimpinan Stefanus Simopiaref dan Angganita Menufandu, lahir berdasarkan kesadaran pribadi bangsa Melanesia untuk memerdekakan diri di luar penjajahan asing.
Ketiga: Lamanya penjajahan Belanda di Indonesia tidak sama dengan lamanya penjajahan Belanda di Papua Barat. Indonesia dijajah oleh Belanda selama sekitar 350 tahun dan berakhir ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Papua Barat, secara politik praktis, dijajah oleh Belanda selama 64 tahun (1898-1962).
Keempat: Batas negara Indonesia menurut proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah dari »Aceh sampai Ambon«, bukan dari »Sabang sampai Merauke«. Mohammed Hatta (almarhum), wakil presiden pertama RI dan lain-lainnya justru menentang dimasukkannya Papua Barat ke dalam Indonesia (lihat Karkara lampiran I, pokok Hindia Belanda oleh Ottis Simopiaref).
Kelima: Pada Konferensi Meja Bundar (24 Agustus - 2 November 1949) di kota Den Haag (Belanda) telah dimufakati bersama oleh pemerintah Belanda dan Indonesia bahwa Papua Barat tidak merupakan bagian dari negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Status Nieuw-Guinea akan ditetapkan oleh kedua pihak setahun kemudian. (Lihat lampiran II pada Karkara oleh Ottis Simopiaref).
Keenam: Papua Barat pernah mengalami proses dekolonisasi di bawah pemerintahan Belanda. Papua Barat telah memiliki bendera national »Kejora«, »Hai Tanahku Papua« sebagai lagu kebangsaan dan nama negara »Papua Barat«. Simbol-simbol kenegaraan ini ditetapkan oleh New Guinea Raad / NGR (Dewan New Guinea). NGR didirikan pada tanggal 5 April 1961 secara demokratis oleh rakyat Papua Barat bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Nama negara, lagu kebangsaan serta bendera telah diakui oleh seluruh rakyat Papua Barat dan pemerintah Belanda.
Ketujuh: Dari 1 Oktober 1962 hingga 1 Mei 1963, Papua Barat merupakan daerah perwalian PBB di bawah United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) dan dari tahun 1963 hingga 1969, Papua Barat merupakan daerah perselisihan internasional (international dispute region). Kedua aspek ini menggaris-bawahi sejarah Papua Barat di dunia politik internasional dan sekaligus menunjukkan perbedaannya dengan perkembangan sejarah Indonesia bahwa kedua bangsa ini tidak saling memiliki hubungan sejarah.
Kedelapan: Pernah diadakan plebisit (Pepera) pada tahun 1969 di Papua Barat yang hasilnya diperdebatkan di dalam Majelis Umum PBB. Beberapa negara anggota PBB tidak setuju dengan hasil Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) karena hanya merupakan hasil rekayasa pemerintah Indonesia. Adanya masalah Papua Barat di atas agenda Majelis Umum PBB menggaris-bawahi nilai sejarah Papua Barat di dunia politik internasional. Ketidaksetujuan beberapa anggota PBB dan kesalahan PBB dalam menerima hasil Pepera merupakan motivasi untuk menuntut agar PBB kembali memperbaiki sejarah yang salah. Kesalahan itu sungguh melanggar prinsip-prinsip PBB sendiri. (Silahkan lihat lebih lanjut pokok tentang Pepera dalam Karkara oleh Ottis Simopiaref).
Kesembilan: Rakyat Papua Barat, melalui pemimpin-pemimpin mereka, sejak awal telah menyampaikan berbagai pernyataan politik untuk menolak menjadi bagian dari RI. Frans Kaisiepo (almarhum), bekas gubernur Irian Barat, pada konferensi Malino 1946 di Sulawesi Selatan, menyatakan dengan jelas bahwa rakyatnya tidak ingin dihubungkan dengan sebuah negara RI (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Johan Ariks (alm.), tokoh populer rakyat Papua Barat pada tahun 1960-an, menyampaikan secara tegas perlawanannya terhadap masuknya Papua Barat ke dalam Indonesia (Plunder in Paradise oleh Anti-Slavery Society). Angganita Menufandu (alm.) dan Stefanus Simopiaref (alm.) dari Gerakan Koreri, Raja Ati Ati (alm.) dari Fakfak, L.R. Jakadewa (alm.) dari DVP-Demokratische Volkspartij, Lodewijk Mandatjan (alm.) dan Obeth Manupapami (alm.) dari PONG-Persatuan Orang Nieuw-Guinea, Barend Mandatjan (alm.), Ferry Awom (alm.) dari Batalyon Papua, Permenas Awom (alm.), Jufuway (alm.), Arnold Ap (alm.), Eliezer Bonay (alm.), Adolf Menase Suwae (alm.), Dr. Thomas Wainggai (alm.), Nicolaas Jouwe, Markus Wonggor Kaisiepo dan lain-lainnya dengan cara masing-masing, pada saat yang berbeda dan kadang-kadang di tempat yang berbeda memprotes adanya penjajahan asing di Papua Barat.

ad 4. Realitas Sekarang
Rakyat Papua Barat menyadari dirinya sendiri sebagai bangsa yang terjajah sejak adanya kekuasaan asing di Papua Barat. Kesadaran tersebut tetap menjadi kuat dari waktu ke waktu bahwa rakyat Papua Barat memiliki identitas tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Di samping itu, penyandaran diri setiap kali pada identitas pribadi yang adalah dasar perjuangan, merupakan akibat dari kekejaman praktek-praktek kolonialisme Indonesia. Perlawanan menjadi semakin keras sebagai akibat dari (1) penindasan yang brutal, (2) adanya ruang-gerak yang semakin luas di mana seseorang dapat mengemukakan pendapat secara bebas dan (3) membanjirnya informasi yang masuk tentang sejarah Papua Barat. Rakyat Papua Barat semakin mengetahui dan mengenal sejarah mereka. Kesadaran merupakan basis untuk mentransformasikan realitas, sebagaimana almarhum Paulo Freire (profesor Brasilia dalam ilmu pendidikan) menulis. Semangat juang menjadi kuat sebagai akibat dari kesadaran itu sendiri.
Pada tahun 1984 terjadi exodus besar-besaran ke negara tetangga Papua New Guinea dan empat pemuda Papua yaitu Jopie Roemajauw, Ottis Simopiaref, Loth Sarakan (alm.) dan John Rumbiak (alm.) memasuki kedutaan besar Belanda di Jakarta untuk meminta suaka politik. Permintaan suaka politik ke kedubes Belanda merupakan yang pertama di dalam sejarah Papua Barat. Gerakan yang dimotori Kelompok Musik-Tari Tradisional, Mambesak (bahasa Biak untuk Cendrawasih) di bawah pimpinan Arnold Ap (alm.) merupakan manifestasi politik anti penjajahan yang dikategorikan terbesar sejak tahun 1969. Kebanyakan anggota Mambesak mengungsi dan berdomisili di Papua New Guinea sedangkan sebagian kecil masih berada dan aktif di Papua Barat.

Dr. Thomas Wainggai (alm.) memimpin aksi damai besar pada tanggal 14 Desember 1988 dengan memproklamirkan kemerdekaan negara Melanesia Barat (Papua Barat). Setahun kemudian pada tanggal yang sama diadakan lagi aksi damai di Numbai (nama pribumi untuk Jayapura) untuk memperingati 14 Desember. Dr. Thom Wainggai dijatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun, namun beliau kemudian meninggal secara misterius di penjara Cipinang. Papua Barat dilanda berbagai protes besar-besaran selama tahun 1996. Tembagapura bergelora bagaikan air mendidih selama tiga hari (11-13 Maret). Numbai terbakar tanggal 18 Maret menyusul tibanya mayat Thom Wainggai. Nabire dijungkir-balik selama 2 hari (2-3 Juli). Salah satu dari aksi damai terbesar terjadi awal Juli 1998 di Biak, Numbai, Sorong dan Wamena, kemudian di Manokwari. Salah satu pemimpin dari gerakan bulan Juli 1998 adalah Drs. Phillip Karma. Drs. P. Karma bersama beberapa temannya sedang ditahan di penjara Samofa, Biak sambil menjalani proses pengadilan. Gerakan Juli 1998 merupakan yang terbesar karena mencakup daerah luas yang serentak bergerak dan memiliki jumlah massa yang besar. Gerakan Juli 1998 terorganisir dengan baik dibanding gerakan-gerakan sebelumnya. Di samping itu, Gerakan Juli 1998 dapat menarik perhatian dunia melalui media massa sehingga beberapa kedutaan asing di Jakarta menyampaikan peringatan kepada ABRI agar menghentikan kebrutalan mereka di Papua Barat. Berkat Gerakan Juli 1998 Papua Barat telah menjadi issue yang populer di Indonesia dewasa ini. Di samping sukses yang telah dicapai terdapat duka yang paling dalam bahwa menurut laporan dari PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) lebih dari 140 orang dinyatakan hilang dan kebanyakan mayat mereka telah ditemukan terdampar di Biak. Menurut laporan tersebut, banyak wanita yang diperkosa sebelum mereka ditembak mati. Realitas penuh dengan represi, darah, pemerkosaan, penganiayaan dan pembunuhan, namun perjuangan tetap akan dilanjutkan. Rakyat Papua Barat menyadari dan mengenali realitas mereka sendiri. Mereka telah mencicipi betapa pahitnya realitias itu. Mereka hidup di dalam dan dengan suatu dunia yang penuh dengan ketidakadilan, namun kata-kata Martin Luther King masih disenandungkan di mana-mana bahwa »We shall overcome someday!« (Kita akan menang suatu ketika!).

Masa depan: Tidak diikut-sertakannya rakyat Papua Barat sebagai subjek masalah di dalam Konferensi Meja Bundar, New York Agreement yang mendasari Act of Free Choice, Roma Agreement dan lain-lainnya merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri yang dilakukan oleh pemerintah (state violence) dalam hal ini pemerintah Indonesia dan Belanda. (Untuk Roma Agreement, silahkan melihat lampiran pada Karkara oleh Ottis Simopiaref). Rakyat Papua Barat tidak diberi kesempatan untuk memilih secara demokratis di dalam Pepera. Act of Free Choice disulap artinya oleh pemerintah Indonesia menjadi Pepera. Di sini terjadi manipulasi pengertian dari Act of Free Choice (Ketentuan Bebas Bersuara) menjadi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Ortiz Sans sebagai utusan PBB yang mengamati jalannya Pepera melaporkan bahwa rakyat Papua Barat tidak diberikan kebebasan untuk memilih. Ketidakseriusan PBB untuk menerima laporan Ortiz Sans merupakan pelecehan hak penentuan nasib sendiri. PBB justru melakukan pelecehan HAM melawan prinsip-prinsipnya sendiri. Ini merupakan motivasi di mana rakyat Papua Barat akan tetap berjuang menuntut pemerintah Indonesia, Belanda dan PBB agar kembali memperbaiki kesalahan mereka di masa lalu. Sejak pencaplokan pada 1 Mei 1963, pemerintah Indonesia selalu berpropaganda bahwa yang pro kemerdekaan Papua Barat hanya segelintir orang yang sedang bergerilya di hutan. Tapi, Gerakan Juli 1998 membuktikan yang lain di mana dunia telah menyadari bahwa jika diadakan suatu referendum bebas dan adil maka rakyat Papua Barat akan memilih untuk merdeka di luar Indonesia. Rakyat Indonesia pun semakin menyadari hal ini.

Menurut catatan sementara, diperkirakan bahwa sekitar 400 ribu orang Papua telah meninggal sebagai akibat dari dua hal yaitu kebrutalan ABRI dan kelalaian politik pemerintah. Sadar atau tidak, pemerintah Indonesia telah membuat sejarah hitam yang sama dengan sejarah Jepang, Jerman, Amerikat Serikat, Yugoslavia dan Rwanda. Jepang kemudian memohon maaf atas kebrutalannya menduduki beberapa daerah di Asia-Pasifik pada tahun 1940-an. Sentimen anti Jerman masih terasa di berbagai negara Eropa Barat. Ini membuat para pemimpin dan orang-orang Jerman menjadi kaku jika mengunjungi negara-negara yang pernah didukinya, apalagi ke Israel. Berbagai media di dunia pada 4 Desember 1998 memberitakan penyampaian maaf untuk pertama kali oleh Amerika Serikat (AS) melalui menteri luarnegerinya, Madeleine Albright. "Amerika Serikat menyesalkan »kesalahan-kesalahan yang amat sangat« yang dilakukannya di Amerika Latin selama perang dingin", kata Albright. AS ketika itu mendukung para diktator bersama kekuatan kanan yang berkuasa di Amerika Latin di mana terjadi pembantaian terhadap berjuta-juta orang kiri. Semoga Indonesia akan bersedia untuk merubah sejarah hitam yang ditulisnya dengan memohon maaf kepada rakyat Papua Barat di kemudian hari. Satu per satu para penjahat perang di bekas Yugoslavia telah diseret ke Tribunal Yugoslavia di kota Den Haag, Belanda. Agusto Pinochet, bekas diktator di Chili, sedang diperiksa di Inggris untuk diekstradisikan ke Spanyol. Dia akan diadili atas terbunuhnya beribu-ribu orang selama dia berkuasa di Chili. Suatu usaha sedang dilakukan untuk mendokumentasikan identitas dan kebrutalan para pemimpin ABRI di Papua Barat. Dokumentasi tersebut akan digunakan di kemudian hari untuk menyeret para pemimpin ABRI ke tribunal di Den Haag. Akhir tahun ini (1998) dunia membuka mata terhadap beberapa daerah bersengketa (dispute regions), yaitu Irlandia Utara, Palestina dan Polisario (Sahara Barat). Kedua pemimpin di Irlandia Utara yang masih dijajah Inggris menerima Hadiah Perdamaian Nobel (Desember 1998). Bill Clinton, presiden Amerikat, yang mengunjungi Palestina, tanggal 14 Desember 1998, mendengar pidato dari Yaser Arafat bahwa daerah-daerah yang diduki di Palestina harus ditinggalkan oleh Israel. Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, yang mengadakan tour di Afrika Utara mampir di Aljasaria untuk mencoba menengahi konflik antara Front Polisario dan Maroko. Front Polisario dengan dukungan Aljasaria masih berperang melawan Maroko yang menduduki Polisario (International Herald Tribune, Nov. 30, 1998). Mengapa ada konflik di Irlandia Utara, Palestina dan Polisario? Karena rakyat-rakyat di sana menuntut hak mereka dan memiliki budaya serta latar-belakang sejarah yang berbeda dari penjajah yang menduduki negeri mereka. Realitas sekarang menunjukkan bahwa rakyat-rakyat di sana masih tetap berjuang untuk membebaskan diri dari penjajahan. Realitas sekarang di Papua Barat membuktikan adanya perlawanan rakyat menentang penjajahan Indonesia. Ini merupakan manifestasi dari makna faktor-faktor budaya, latar-belakang sejarah yang berbeda dari Indonesia dan terlebih hak sebagai dasar hukum di mana rakyat Papua Barat berhak untuk merdeka di luar Indonesia.

Sejarah Papua Barat telah menjadi kuat, sarat, semakin terbuka dan kadang-kadang meledak. Perjuangan kemerdekaan Papua Barat tidak pernah akan berhenti atau dihentikan oleh kekuatan apapun kecuali ketiga faktor (hak, budaya dan latarbelakang sejarah) tersebut di atas dihapuskan keseluruhannya dari kehidupan manusia bermartabat. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi negara tetangga yang baik dengan Indonesia. Rakyat Papua Barat akan meneruskan perjuangannya untuk menjadi bagian yang setara dengan masyarakat internasional. Perjuangan akan dilanjutkan hingga perdamaian di Papua Barat tercapai. Anak-anak, yang orang-tuanya dan kakak-kakaknya telah menjadi korban kebrutalan ABRI tidak akan hidup damai selama Papua Barat masih merupakan daerah jajahan. Mereka akan meneruskan perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Mereka akan meneriakkan pekikan Martin Luther King, pejuang penghapusan perbedaan warna kulit di Amerka Serikat, "Lemparkan kami ke penjara, kami akan tetap menghasihi. Lemparkan bom ke rumah kami, dan ancamlah anak-anak kami, kami tetap mengasihi". Rakyat Papua Barat mempunyai sebuah mimpi yang sama dengan mimpinya Martin Luther King, bahwa »kita akan menang suatu ketika«

Senin, 19 April 2010

KENAPA HARUS MENJADI PROVINSI JIKA BISA MENJADI NEGARA UNITED STATE OF CONVERGENT ISLAND ( NEW GUINEA )

KENAPA HARUS MENJADI PROVINSI JIKA BISA MENJADI NEGARA

UNITED STATE OF CONVERGENT ISLAND ( NEW GUINEA )

Pulau Papua adalah pulau yang terbentuk dari endapan (Sedimentation) benua

Australia dan pertemuan/tumbukkan antara lempeng Asia (Sunda Shelf) dan lempeng

Australia (Sahul Shelf) serta lempeng Pasifik sehingga mengangkat endapan tersebut

dari dasar laut Pasifik yang paling dalam ke atas permukaan laut menjadi sebuah

daratan baru di bagian Utara Australia. Proses pertemuan/tumbukkan lempeng dalam

ilmu Geologi disebut Convergent. Sehinnga sudah saatnya untuk diberi nama

Convergent Island (Pulau Konvergen) dan bukan pulau New Guinea/IRIAN/Papua karena tidak ada hubungan dengan proses terbentuknya pulau ini. Sedangkan nama orang-orang (bangsa) yang mediami pulau ini termasuk rumpun yang berada di Oceania yaitu Rumpun Bangsa Melanesia (bukan Melayu) maka seharunya nama Bangsa adalah Bangsa Melanesia (bukan Papua). Pada mulanya Pulau ini terhubung dengan benua Australia di bagian Utara tetapi karena perubahan suhu Bumi makin panas sehingga mencairnya Es di daerah Kutub Utara dan Selatan, maka terputuslah menjadi sebuah Pulau baru.

Proses geologi ini diperkirakan terjadi pada 60 (enam puluh) juta tahun yang lalu dan

hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan Kerang Laut, pasir laut dan danau air asin

di daerah Wamena yang tingginya lebih dari 4.884 m di atas permukaan laut serta

terdapatnya kesamaan hewan-hewan yang berada di Australia dan Papua seperti

Kanguru.

Gambar. 1.1: Peta Geologi Papua ketika terhubung dengan Australia

Sumber: http://www.environment.gov.au/coasts/publications/somer/annex1/marine-biota.html

Sementara terpisahnya daratan Australia dengan Papua oleh lautan berawal dari

berakhirnya zaman es yang terjadi pada 15.000 tahun yang lalu. Mencairnya es

menjadi lautan pada akhirnya memisahkan daratan Papua dengan benua Australia.

Masih banyak rahasia bebatuan Pegunungan Tengah dan Pegunungan di Kepala

Burung yang belum tergali. Apalagi, umur Pulau Papua ini masih dikategorikan

muda sehingga proses pengangkatan pulau masih terus berlangsung hingga saat ini,

proses pengangkatan ini berdasarkan skala waktu geologi dengan kecepatan 2,5 km

per juta tahun.

Gambar. 1.2: PetaGeologi Papua

Sumber: DinasPertambangan dan Energi Prop. Papua - http://www.papua.go.id

Gambar. 1.3: Pertemuan Lempeng Asia, Pasifik dan Australia

Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua

Akibat dari adanya endapan ini sehingga Pulau Papua banyak mengandung bahan

galian golongan A, B, dan C seperti Emas, Perak, Tembaga, Aluminium, Batu kapur,

Gamping, Uranium, dll.

Dan juga dengan adanya tumbukkan lempeng ini sehingga mengangkat banyak fosil

makluk hidup yang berupa Minyak, Gas Bumi dan Batubara.

Selain itu, pulau Papua memiliki Hutan Tropis yang sangat lebat karena berada pada

jalur Katulistiwa serta memiliki hasil laut yang banyak karena berada di Lautan

Pasifik yang sangat luas.

Itulah alasan mengapa mereka ( Indonesia) tidak pernah menginginka orang Papua namun mereka hanya menginginkan kekayaan sumber daya alam bumi cenderawasih, banyak dari kita yang berpikir bahwa negara kesatuan Indonesia dapat menjamin warga papua namu tidak semua berjalan sesuai dengan apa yang di harapakan.. Mengapa kita harus menjadi bagia dari suatu Negara yang tidak pernah menginginkan kita…?

adalah ucapan Ali Murtopo kepada para anggota DMP (Dewan

Musyawarah Penentuan Pendapat Rakyat ) yaitu Jakarta sama sekali

tidak tertarik dengan orang Papua tetapi Jakarta hanya tertarik dengan Wilayah

Irian Barat. Jika inginkan Kemerdekaan, maka sebaiknya minta kepada Allah

agar diberikan tempat di salah sebuah Pulau di Samudera Pasifik, atau menyurati

orang-orang Amerika untuk mencarikan tempat di bulan.

Gambar. 1.15: Komandan OPSUS, Mr. Ali Murtopo

Sumber: http://swaramuslim.com/images/uploads/tokoh_sejarah/Ali_Moertopo1.jpg

Bayangkan Negara yang kita puja Negara yang kita banggakan bahkan birokrasi dan pemerintanya tidak menginginkan kita orang hitam kulit dan berambut keriting yang bukan merupakan cirri-ciri dari bangsa Indonesia… mulai pemusnaan etnis ( genoside )

Akibatnya tidak ada kepastian hukum yang menjamin Hak Hidup penduduk Pribumi

Papua di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini terbukti

dengan adanya banyak pelanggaran HAM yang tidak ada tindakkan hukum kepada

para pelaku kejahatan kemanusiaan di Papua seperti Pembantaian Biak 1998 di

Tower dekat Pelabuhan sehingga 150 orang Hilang, Kasus Pembantaian Mapenduma

1996 dengan membayar tentara bayaran dari Inggris serta pemakaian Helikopter

Palang Merah Internasional (ICRC), Kasus Pemboman Wamena Tahun 1977 melalui

Operasi Kikis, Kasus Pembantaian 1965-1968 Base Camp dekat Markas Kompi 751

Arfai oleh TNI melalui Operasi Tumpas, Kasus Operasi Militer di Jayapura sehingga

sekitar 5000 orang melintas batas ke Papua New Guinea, Kasus Penyerangan Polsek

Abe yang dimanipulasi untuk memadamkan gerakkan Mahasiswa yang tiap hari

berdemonstrasi menuntut Referendum ulang, Kasus Pelanggaran HAM di Wasior,

Ilegal Logging, Ilegal Pertambangan seperti PT. Freeport yang telah menanda

tangani Kontrak Pertama pada tahun 1967 sebelum diadakannya Jajak Pendapat

(Referendum) tahun 1969 serta perpanjangan kontrak ke-2 sebelum berakhirnya

kontrak pertama, Genocide (Pembunuhan Bangsa Papua), Etnocide (Penghilangan

Ras Bangsa Papua), Perburuan Liar oleh Militer & Polisi Indonesia, Pendudukan

Kursi Legislatif di Pusat dan Daerah oleh Non Papua, Perampasan Hak atas Tanah

untuk kepentingan Pemerintah, Penguasaan Posisi Jabatan Penting di Pemerintahan

dan Swasta oleh Non Papua, Intimidasi Para Aktivis LSM dan Aktifis Papua

Merdeka, Manipulasi Sejarah Integrasi Papua ke dalam NKRI di dalam Kurikulum

Pendidikan Nasional Indonesia, dll. Semuanya itu menjadi hal yang biasa dan wajar

saja di atas Tanah Papua yang dijajah ini. Akibatnya, jumlah penduduk Pribumi

Papua yang mana pada tahun 1963 berjumlah 1.000.000 (700.000 terdaftar bayar

pajak + 300.000 Tidak membayar pajak) dan merosot/berkurang menjadi 800.000

(Gabungan Pribumi dan Non Pribumi) pada tahun 1969 hingga sensus penduduk

tahun 2000 masih tetap berjumlah 1.000.000 (Satu Juta).23 Sedangkan penduduk

pendatang yang mana tahun 1963 masih 0 tetapi pada sensus penduduk tahun 2000

berjumlah 1.200.000 (Satu Juta Dua Ratus Ribu). Hal ini merupakan bukti bahwa

telah terjadi Genosida (Pembasmian Suku Bangsa Papua) terhadap rakyat Pribumi

Papua. Sedangkan di prediksikan pada tahun 2020 masyarakat asli Papua ( Melanesia ) akan berkurang dan tergantikan dengan Masyarakat melayunesia ( camuran melayu dan Melanesia) dengan perbandingan 80% melayunesia 20 % Melanesia.

Gambar. 1.20: Penembakkan Yustinus Murib oleh Militer Indonesia pada 5 November 2003 (Kiri) Dan Seorang Warga Papua pendukung Bupati David Hubi di Wamena yang ditembak Polisi Indonesia.

Sumber: Center for Peace and Conflict Study – The University of Sydney

Kebanyakan Papua Barat marah tentang situasi mereka.

Mereka diserang oleh kekuatan asing pada tahun 1961 dan sejak itu lebih dari 100.000 orang

telah meninggal karena pengambilalihan. Pada tahun 1969, sesuai dengan rencana PBB untuk rakyat Papua Barat

menentukan masa depan mereka, Indonesia menyelenggarakan pemungutan suara tentang integrasi Papua Barat dengan Indonesia.

Sistem pemungutan suara tidak satu orang satu suara. Mengangkat tangan 1.025 orang yang dipilih oleh orang Indonesia,

bukan penduduk asli, dan benar-benar memilih 1022. Semua 1022 suara bulat untuk integrasi. Tempat lain di dunia pernah

ada 100% suara yang mendukung. Papua Barat menyebutnya THE ACT OF NO CHOICE dibandingkan dengan versi Indonesia Gratis pilihan.

Ada banyak cerita dari intimidasi, penyiksaan dan ancaman terhadap keselamatan keluarga yang dipilih pemilih.

Di Papua Timur, biasanya disebut sebagai Papua Nugini, yang berada di bawah perlindungan Australia,

australia memaksa PBB untuk memberikan pemerintahan itu sendiri pada tahun 1975.

Sangat menarik untuk sejajar dengan 2 bagian dari satu negara yang berisi orang-orang Melanesia yang sama.

PNG telah tumbuh dari suatu populasi sekitar 1 juta pada kelahirannya untuk penduduk 5 juta.

Penduduk Papua Barat telah tinggal di sekitar yang sama, sekitar 1 juta.

(Pada tahun 2009 Papua Barat telah diberikan sumber daya tambahan untuk mendaftarkan kelahiran masyarakat adat di desa-desa).

Papua Barat bicara tentang genosida lambat orang-orang mereka.

Transmigran dari seluruh Indonesia telah datang ke Papua dan diperkirakan bahwa dalam beberapa tahun mereka akan melebihi jumlah orang Papua.

Papua adalah negara kaya. Memiliki salah satu yang terbesar tembaga / tambang emas di dunia,

pertambangan Freeport. Ini juga memiliki banyak pasokan gas alam dan hutan yang luas dari kayu keras.

Baru-baru ini Indonesia telah dimulai pertanian padi, tebu dan produksi minyak sawit.

Indonesia tidak mengakui kepemilikan tanah asli. Itu semua dimiliki oleh Negara dan dapat dijual untuk kepentingan pribadi.

Undang-undang tidak memungkinkan untuk hak atas tanah adat. Kekayaan dari sumber daya alam pergi ke Jakarta dan ke militer.

Pada saat penulisan ada diyakini berada di sekitar 25-30,000 pasukan di Papua Barat.

Hal ini untuk sebagian besar negara yang tertutup dan meskipun akses diizinkan, perjalanan ke sebagian besar tidak diperbolehkan.

Militer masih diperbolehkan untuk menjalankan bisnis sendiri.

Hanya 30% dari pendapatan berasal dari dana pemerintah, sisanya dari prostitusi,

pembalakan liar, perlindungan dan penjualan fauna. Akibatnya orang Papua tetap merupakan salah satu orang termiskin di Indonesia.

Karena kekayaan yang dihasilkan dari Papua, Indonesia belum memberi Papua Barat kembali ke rakyatnya sendiri.

Panggilan untuk kemerdekaan yang secara brutal ditekan. Untuk memenuhi hak-hak Asasi Manusia keluhan,

Pemerintah Indonesia Otonomi Khusus diperkenalkan pada tahun 2001.

Ini seharusnya untuk memberdayakan dan memberikan mengangkat ekonomi untuk rakyat.

Itu tidak terjadi. 90% dari dana khusus itu tersedot di atas.

Papua bosan menunggu telah menunjukkan dalam ribuan mereka menuntut perubahan.

Mereka telah ditembak, disiksa dan dibunuh dalam upaya untuk menekan protes damai.

Sebuah kunjungan oleh pengawas hak asasi manusia PBB telah menunjukkan bahwa ada penyiksaan,

pembunuhan, pemenjaraan dan politik palsu perkosaan. Pelanggaran hak asasi manusia adalah endemik di Papua Barat.

"Dalam beberapa kasus, sementara kami memeriksa fasilitas, penyiksaan masih berlangsung,

orang-orang yang telah diinterogasi dipukuli" utusan PBB Manfred Nowak 2007

Anggota Kongres Amerika Serikat Eni Faleomavanega, ketua Kongres AS Komite Urusan Pasifik,

mengunjungi Papua Barat pada November 2007 dan menulis surat kepada Presiden SBY bahwa pada

perjalanan kedua ini dia sekali lagi dicegah dari pertemuan Papua.

Dalam beberapa tahun terakhir kami telah memiliki jumlah lebih tinggi laporan insiden kekerasan.

Penyelidik hak asasi manusia itu sendiri telah ditangkap dan diadili atas hasutan; pejabat gereja telah dipukuli dan diintimidasi;

biasa jumlah kematian akibat keracunan makanan telah terjadi.

Juga telah terjadi pembunuhan terhadap orang Papua tidak bersalah oleh militer dan menghilangnya dan kelaparan sejumlah besar orang.

Jadi semua kembali kepada seluruh rakyat Papua Apakah masih mungkin rela masih mau bersatu dengan NKRI jika mereka saja tidak di ingikan?

Sehingga ideologi KENAPA HARUS MENJADI PROVINSI JIKA BISA MENJADI NEGARA UNITED STATE OF CONVERGENT ISLAND ( NEW GUINEA )

Mecuat dia seantero tanah new guinea. Tinggal bagai mana kita dapat memutuskan , yang terbaik untuk bangsa dan tanah papua tercinta.

Salam

ARFAK Valley 18,april 2010

Capten R,dj.B,S.com

Chief Warrant Officer

PAPUA ARMY

SETIA DJUDJUR MESRA







WHY CAN BECOME A STATE IF THE PROVINCE
UNITED STATE OF CONVERGENT ISLAND (NEW GUINEA)


Papua Island is an island formed by sediment (sedimentation) continent
Australia and meeting / collision between the plates of Asia (Sunda Shelf) and plates
Australia (Sahul Shelf) as well as the Pacific plate that held up the sediment
from the seabed in the Pacific's most over the ocean surface into a
new land in northern Australia. The process of meeting / collision plate in the
geological science called Convergent. Sehinnga time has come to be named
Convergent Island (Island converge) and not the island of New Guinea / IRIAN / Papua because it had no relation to the process of the formation of this island. While the names of the people (nation) that mediami this island including the cluster is located in the Oceania Nations Melanesian cluster (not the Malays), the Nation is a Nation seharunya Melanesian (non-Papuan). At first the island is connected with the Australian continent in the northern part but because of changes in Earth's temperature is hotter, so the melting of ice in the Arctic regions of North and South, then disconnect to a new island.
Geological processes is estimated to occur in 60 (sixty) million years ago and
this can be proved by the discovery of Sea Shells, sand, sea and salt water lakes
Wamena area whose height is more than 4884 m above sea level and
the presence of common animals that are in Australia and Papua as
Kangaroos.

Fig. 1.1: Geological Map of Papua when it is connected with Australia
Source: http://www.environment.gov.au/coasts/publications/somer/annex1/marine-biota.html

While the separation of the Australian mainland and Papua by the sea begins
end of the ice age that occurred at 15,000 years ago. Thawing ice
into the ocean in the end separates the mainland of Papua with the Australian continent.
There are still many secrets of the Middle Mountains and the Mountains of rocks in the Head
Birds are not yet excavated. Moreover, age is still categorized Papua Island
young that the process of appointment of the island continues to this day,
This appointment process based on the geologic time scale with the speed of 2.5 km
per million years.


Fig. 1.2: Papua PetaGeologi
Source: DinasPertambangan and Energy Prop. Papua - http://www.papua.go.id




Fig. 1.3: Meeting of the Asian Plate, the Pacific and Australia
Source: Department of Mines and Energy of Papua Province
As a result of the existence of these deposits contain so much material Papua Island
excavation group A, B, and C as Gold, Silver, Copper, Aluminum, Limestone,
Limestone, uranium, etc..
And also with the existence of this plate collision that raised many fossils
living creatures such as Petroleum, Natural Gas and Coal.
In addition, the Papua New Guinea has a very dense tropical forest because they are on
Equator line and having a lot of seafood because it is located in the Ocean
The vast Pacific.
That is the reason why they (Indonesia) never menginginka Papuans but they only want the earth's natural resource wealth of paradise, many of us who think that the unitary state of Indonesia can not guarantee the citizens of Papua Namu all goes according to what is in the hope the .. Why should we be bagia of a State who never wants us to ...?
are the words of Ali Murtopo to members of DMP (Council
Determination of the People's Consultative Opinion), ie altogether
not interested in the people of Papua, but Jakarta is only interested in the Region
West Irian. If you want independence, then it should ask from God
to be given a place in one of the islands in the Pacific Ocean, or write to
American people to find a place in the month.



Fig. 1:15: kindergarten, military intelligence commander, Mr. Ali Murtopo
Source: http://swaramuslim.com/images/uploads/tokoh_sejarah/Ali_Moertopo1.jpg


Imagine our country that we are proud of puja State bureaucracy and pemerintanya not even want our black people skin and curly hair that is not a characteristic of the Indonesian people ... start pemusnaan ethnic (genoside)
Consequently there is no legal certainty that guarantees Rights Indigenous resident Life
Papua in the Unitary State of Indonesia (Homeland). This is evident
with the existence of many human rights violations there is no legal tindakkan
the perpetrators of such crimes against humanity in Papua in 1998 in Biak Massacre
Tower near the port so that 150 people lost, Mapenduma Massacre Case
1996 by paying the mercenaries from the British and the use of helicopter
International Red Cross (ICRC), Bombing Case Wamena Year 1977 through
Remove Operations, 1965-1968 Base Camp Massacre Case near the Headquarters Company 751
Arfai by the military through Operation annihilated, Case Military Operation in Jayapura so
Around 5000 people across the border into Papua New Guinea, Police Assault Case
Abe is manipulated to move the student who put out each day
The referendum requires repeated demonstration, Human Rights Violations in Wasior Case,
Illegal logging, illegal mining, such as PT. Freeport which has signed
First contract signed in 1967 before holding Polls
(Referendum) in 1969 and a contract extension before the expiry of the 2nd
The first contract, Genocide (murder of Papuan Nation), Etnocide (Disappearance
Racial Nation Papua), Hunting the Wild by the Military & Police of Indonesia, the Occupied
Legislature seats in the Central and Local Government by the Non-Papuans, confiscation of Land Rights
for the interests of the Government, Important Position Control Position in Government
and Private by Non Papua, intimidation of NGOs and activists Activists Papua
Freedom, Manipulation History of Papua into the Homeland Integration in Curriculum
National Education of Indonesia, etc.. Overall it was becoming more common and reasonable
Just in the Land of Papua, which was colonized. As a result, the population of Natives
Papua, which in 1963 amounted to 1,000,000 (700,000 registered pay
taxes + 300,000 No pay taxes) and dropped / reduced to 800,000
(Combined Natives and Non Natives) in 1969 to the census of population
the year 2000 still amounted to 1,000,000 (One Million) .23 While the population
arrivals in 1963 which is still 0 but on the 2000 population census
amounted to 1,200,000 (One Million Two Hundred Thousand). This is evidence that
Genocide has occurred (the Tribal Extermination Papua) towards Indigenous people
Papua. Whereas in the year 2020 predicts the indigenous people of Papua (Melanesia) will be reduced and replaced with melayunesia Society (camuran wither and Melanesia) with a ratio 20% 80% melayunesia Melanesia.



Fig. 1:20: Justin shooting Murib by the Indonesian military on November 5, 2003 (Left) And A citizen of Papua Regent David Hubi supporters who shot Police in Wamena Indonesia.
Source: Center for Peace and Conflict Study - The University of Sydney
Most of West Papua was angry about their situation.
They were attacked by foreign powers in 1961 and since then more than 100,000 people
has died of a takeover. In 1969, in accordance with the UN plan for the West Papuans
determine their future, Indonesia conducted a vote on the integration of West Papua with Indonesia.
Voting system is not one person, one vote. 1025 people raised their hands chosen by the people of Indonesia,
non-indigenous, and actually vote in 1022. All 1022 voted unanimously for integration. Elsewhere in the world ever
there is 100% vote in favor. West Papua called THE ACT OF NO CHOICE as compared with the Indonesian version of Free choice.
There are many stories of intimidation, torture and threats to the safety of voters selected family.
East Papua, usually referred to as Papua New Guinea, which is under the protection of Australia,
Australia forced the UN to give the government itself in 1975.
It is interesting to parallel with the 2nd part of a country that contains those same Melanesia.
PNG has grown from a population of about 1 million at birth to 5 million inhabitants.
West Papuan population has lived around the same time, around 1 million.
(In the year 2009 West Papua has been given additional resources to register the birth of indigenous peoples in the villages).
West Papuan genocide slow talk about their people.
Transmigrants from all over Indonesia has come to Papua and it is estimated that within a few years they will outnumber the Papuans.
Papua is a country rich. Having one of the largest copper / gold mine in the world,
Freeport mining. It also has lots of natural gas supplies and the vast forests of hardwoods.
Recently, Indonesia has begun farming rice, sugarcane and palm oil production.
Indonesia does not recognize indigenous land ownership. That's all owned by the State and can be sold to private interests.
The law does not allow for customary land rights. Wealth of natural resources went to Jakarta and to the military.
At the time of writing there are believed to be around 25-30,000 troops in West Papua.
This is for most countries that are closed and even if access is allowed, a trip to the majority is not allowed.
The military still allowed to run their own business.
Only 30% of income comes from government funds, the rest of prostitution,
illegal logging, protection and sale of fauna. As a result of the Papuans remain one of the poorest people in Indonesia.
Because the wealth generated from Papua, West Papua, Indonesia does not give back to their own people.
Calls for independence which was brutally suppressed. To meet the Human rights complaints
The Indonesian government introduced the Special Autonomy in 2001.
This is supposed to empower and provide economic lift for the people.
That did not happen. 90% of the proceeds above that special sucked.
Papua tired of waiting they have shown in thousands of demanding change.
They had been shot, tortured and murdered in an attempt to suppress peaceful protest.
A visit by UN human rights watchdog has shown that there is torture,
murder, false imprisonment and the politics of rape. Human rights violations are endemic in West Papua.
"In some cases, while we inspect the facilities, torture is still ongoing,
people who have been questioned beaten "UN envoy Manfred Nowak 2007
U.S. Congressman Eni Faleomavanega, chairman of the U.S. Congress Pacific Affairs Committee,
visited West Papua in November 2007 and wrote a letter to President Yudhoyono that the
This second trip he was once again prevented from meeting in Papua.
In recent years we have had a higher number of reports of violent incidents.
Investigator's own human rights has been arrested and tried for incitement; church officials have been beaten and intimidated;
unusual number of deaths from food poisoning has occurred.
Has also occurred the murder of innocent people of Papua by the military and the disappearance of famine and large numbers of people.

So all went back to the people of Papua: Is it still probably would still want to unite with the Homeland if they are just not in ingikan?
So WHY SHOULD BECOME ideology PROVINCE IF COUNTRIES CAN BE UNITED STATE OF CONVERGENT ISLAND (NEW GUINEA)
Mecuat him throughout the land of New Guinea. Live as where we can decide, the best for the nation and the land of Papua beloved.

Greeting
Arfak Valley 18, April 2010




Capten R, dj.B, S.com
Chief Warrant Officer
PAPUA ARMY

FAITHFUL honest affectionate